Satu lagi malam penuh dengan kegelisahan. Kukira dengan berpikir saja akan membuatku hidup. Ternyata, banyak berpikir itu juga tidak terlalu menguntungkan. Pikiran-pikiran di otakku ini berjejal-jejalan. Mengacau. Aku tau, mungkin jika aku mengatakan kepada orang lain, sayang, mereka tidak akan menangkapnya dengan mudah. Permasalahannya, aku hanya tidak bisa mengungkapkannya dengan baik.
Aku senang menulis. Aku senang menggerakkan tokoh-tokoh dalam tulisan semauku. Aku bisa membuat cerita semauku, dan aku bisa menciptakan takdir bagi tokoh-tokoh dalam tulisanku itu. Seolah semuanya berada dalam kendaliku. Aku bisa membuat semuanya berakhir bahagia. Aku bisa menghapuskan semua masalah dan penderitaan. Aku bisa menciptakan kehidupakn yang luar biasa indah dengan tembok kukuh yang menjaganya dari masalah.
Tapi pernahkah kau berpikir seperti ini, apa bedanya aku dengan tokoh-tokoh dalam ceritaku? Bahkan aku sempat berpikir, bagaimana jika aku ini sebenarnya adalah tokoh dalam ceritaku sendiri? Aku selalu bertanya-tanya, dan berharap, bahwa yang nyata adalah apa yang ada di dalam pikiranku, bukan apa yang aku alami.
Pernahkah kau merasa asing dengan dunia kesehari-harianmu? Merasakan keasingan pada orang-orang yang tadinya akrab denganmu? Merasakan seolah-olah dunia menatapmu aneh, ya, hanya kepadamu? Merasakah semuanya salah dan tidak seharusnya? Aku pernah. Sekarang aku sedang merasakannya. Aku asing dengan sekelilingku, dengan orang-orang terdekatku, dengan benda-benda yang kusentuh, serba salah, dan aku tidak tahu apa penyebabnya. Perasaan asing ini menyelinap begitu saja menembus pori-pori, seperti proses kapilaritas di dinding. Aku hanya merasa…salah.
Mungkin ini yang disebut problem eksistensialisme. Mungkin ini juga yang dirasakan oleh Sartre, Kierkegaard, Albert Camus, dan orang-orang seperti mereka, atau entahlah. Sebenarnya aku juga tidak bisa menjelaskannya dengan gamblang. Sudah kubilang bukan, aku tidak pandai bicara.
Aku memimpikan kebebasan, walau Sartre mengatakan sejak lahir aku sudah bebas. Bahkan katanya kebebasan adalah sebuah kutukan. Benarkah? Entah. Yang jelas aku tidak merasakan kebebasan itu. Dimana kebebasan, jika orang mulai mencibir jika kau melakukan sesuatu yang lain? Dimana kebebasan jika orang masih mencela apa yang kau pikirkan. Aku bingung dengan makna kebebasan versi Sartre ini, tapi aku mempercayai kalimatnya yang ajaib: Hell is other people. Yakinlah, kau juga akan begitu jika berada di posisiku. Berada di antara orang-orang yang sama dengan mereka yang ada di sekitarku.
Aku bingung bagaimana cara menghadapi dunia. Menghadapi orang-orang. Beberapa saat yang lalu aku mengatakan tentang apa yang ada di kepalaku, mengatakan apa yang kupikirkan, lalu mereka berteriak mencela. Mencibir dan mengatai yang tidak sepantasnya. Padahal aku hanya mengajak mereka berpikir. Berpikir ulang tentang apa yang mereka pikirkan. Apakah mereka tidak melihat cacat dalam pikiran itu? Aku hanya mengingatkan saja, dan itulah tugasku. Lain waktu aku diam. Diam saja seperti batu. Mendengarkan apa yang mereka bicarakan tanpa banyak menyela. Lalu mereka mengataiku apatis. Acuh. Tidak peduli dan egois. Sok penting.
Sebenarnya mereka ingin aku melakukan apa?
Aku iri dengan tokoh-tokoh yang ada di dalam tulisanku. Dan berharap aku yang ada disana. Lucukah? Bukanlah itu sudah benar, bahkan mungkin aku sudah ada disana? Bukan mustahil jika sebenarnya aku ini adalah salah satu tokoh di salah satu novel penulis best seller. Atau bukan mustahil pula, bahwa sebenarnya aku sedang bermimpi. Mimpi panjang tentang kehidupan di bumi. Dan ketika terbangun nanti, kita andaikan saja, sebenarnya aku ini adalah maklhuk dari galaksi Adromeda, dan kita andaikan saja, galaksi itu adalah galaksi kehidupan bahagia dengan tembok kukuh yang tidak bisa ditempuh oleh masalah. Yah, kita bisa berandai-andai saja. Bermimpi saja. Toh, apa bedanya mimpi dan kenyataan? Sebenarnya, bagaimana kau bisa membedakan yang mana mimpi dan yang mana kenyataan.
Ini dunia yang absurd kan?
Hyper realitas.
Mimpi.
Sebut saja yang lain.
Tak usah kau membaca tulisan ini. Hanya akan membuatmu bingung, dan mengatakan ini adalah sampah. Walau sebenarnya, hanya karena kau tidak suka, atau kau tidak mengerti, tidak lantas kau bisa mengatakan tulisan ini adalah sampah. Yah, aku sendiri, menganggap ini sampah.
Tapi ini dunia yang aneh bukan? Apa bedanya yang sampah dan yang bukan sampah? Itu hanya urusan di dalam kepala kita saja…
Tengah malam yang berat, 15 Desember 2011
00.31 am
berfikirlah hingga pikiran tak lagi sanggup berfikir
BalasHapus