Senin, Maret 03, 2014

Rindu Muara


Akhir-akhir ini burung terbang ke selatan. Suaranya bungah, bercicit riuh membuat berisik. Ekspresinya bahagia, seperti menjemput takdir yang tak lama lagi sampai. Apa yang mereka cari di Selatan? Akhir-akhir ini si kucing sering keluar malam. Barangkali dia sadar kodratnya sebagai hewan nocturnal. Langkahnya mengendap-endap, namun suaranya mendengung menyebar ancaman. Ladang pertempuran harga diri atas penerimaan cinta si betina, ditebus oleh luka-luka dan tidur siang berkepanjangan. Apa yang ia cari di tengah pekatnya malam? Akhir-akhir ini detak jam terasa kosong. Seperti detikan bola salju dengan kecepatan konstan, namun mampu melindas apapun yang dilaluinya. Pada yang kosong itu, ia selalu bertanya-tanya: Kemanakah waktu akan bermuara? Sebab, gerigi bosan telah menancapkan taringnya pada budak-budak tak berdaya. Sebab, terlalu banyak yang tak bisa ia cerna. Sebab, bagi sang budak: kebebasan ternyata tak seindah belenggu tuannya.

Rabu, Februari 19, 2014

Persimpangan



 Cinta boleh datang begitu saja. Tapi bagaimana ia bisa menghilang begitu saja?


Saya sudah merasakan kekaburan perasaan itu sejak berbulan-bulan lalu. Saat kamu muncul di hadapan saya dengan warna yang berbeda. Tak ada lagi senyum berharga itu. Kamu menjelma menjadi sosok asing. Kamu ada di hadapan saya, saya bisa merasakan nafasmu, denyut nadimu, kehidupan dalam kedua matamu, namun saya tak bisa merasakan kehadiranmu. Kita seperti berjarak ribuan tahun cahaya, padahal kamu duduk di sebelahku. Kita menonton siaran televisi, menyinyiri tontonan tak mutu itu, namun saya merasa kamu begitu jauh. Saya tahu kamu tidak ada disana, di samping saya. Sejak kapan hal itu terjadi?

Ada apa, Saya bertanya.

Kamu menoleh menatap saya dengan alis bertaut, ada apa. Kamu mengulang pertanyaan saya. Apanya yang ada apa?

Barangkali kamu belum menyadarinya, tapi saya sudah. Betapa mengerikannya perasaan saya ini, yang mempu menyadari keganjilan ini, sementara kamu sendiri belum menyadarinya. Apa saya ini keturunan cenayang? Tapi mungkin saja saya hanya benar-benar memahami kamu. Saya tahu saya tidak bisa mengerti isi pikiran selain milik saya sendiri. Namun tentu kita setuju bila kebersamaan dalam waktu yang lama dapat membuat saya menghafal kebiasaan kamu, memahami semua gestur dan sentuhanmu, dan cukup peka untuk menangkap bahwa ada yang tidak biasa. Tahukan kamu, bahwa mampu memahami orang adalah sesuatu yang mengerikan? Karena kita bisa menerjemahkan kode dari berbagai cara. Namun masalahnya, ada kalanya saya tidak ingin mengetahui kode itu, yang saya tahu akan menghancurkan saya.

Saya mau tidur, saya pilih menghindar, mematikan tivi dan masuk ke kamar. Lalu saya dengar suara pintu depan menutup, kamu pulang.

Rasa sepi mulai menyergap saya.

Pada pertemuan kita selanjutnya, saya memutuskan untuk bertanya padamu. Saya pikir, segala sesuatu memang harus dibicarakan, supaya segera selesai. Saya yakin, dengan segala keterbukaan kita, semuanya akan beres. Semuanya akan baik-baik saja.

Apa kamu mencintai orang lain, Saya bertanya. Apa kamu berselingkuh di belakang saya?

Kamu menatap saya dengan kedua alis bertaut. Barangkali heran dengan pertanyaan saya yang tidak biasa. Apa maksudmu, begitu kamu bertanya. Tentu saja tidak.

Saya menelan ludah. Barangkali saya terlalu keras menggigit bibir, menahan perasaan saya sendiri, sampai lidah saya berdarah. Betapa saya menghancurkan hati saya ketika menanyakan ini kepadamu. Saya merasa seperti seseorang yang kalah, yang menunggu kepastian hukum. 

Ludah saya terasa asin.

Apa kamu…masih mencintai saya? Saya bertanya lagi, mengabaikan nyeri di hati.

Kamu bilang, tentu saja, kenapa bertanya seperti itu?

Namun sadarkah kamu ketika kamu menjawab, kamu menatap telinga kiri saya, bukan mata saya.

Apa kamu masih cinta sama saya? saya mengulang pertanyaan saya.

Kali ini kamu tidak menjawab. Namun saya tahu itulah jawabanmu.

Ada perasaan tak menentu dalam diri saya. Sudah lamakah rasa itu hilang dari hatimu? Sudah lamakah saya meninggalkan hatimu? Saya tidak bisa berhenti bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi. Apakah kamu bosan? Apakah saya yang berubah dan kamu tidak menyukainya? Apa yang membuat kamu tidak lagi mencintai saya? Sudah lamakah saya menjadi badut dalam kehidupanmu, merasa menjadi orang yang kamu cintai, namun tidak lebih dari orang yang tanpa arti dalam hatimu?

Saya sangat mencintaimu, kata saya perlahan. Saya ingin menangis, namun mati-matian saya tahan. Sejak kapan?

Kamu masih tidak menjawab. Saya tahu kamu pria baik. Mungkin kamu akan terus berpura-pura mencintai saya, jika saya tidak pernah menanyakannya. Saya tahu, kamu pilih mati daripada menyakiti saya. Namun kamu tidak paham, bahwa yang lebih mematikan adalah pemahaman bahwa kamu hanya bersama saya karena kamu tidak mau menyakiti saya. Karena dengan begitu, sayalah yang menyakiti kamu. Dan sayalah yang menyakiti diri saya sendiri dengan terus-terusan menjadi badut kehidupan.

Kenapa?

Apa salah saya yang membuat kamu kehilangan rasa cinta itu? Saya merasa berdosa. Saya merasa ada yang salah dalam diri saya yang membuat saya tidak diinginkan. Saya merasa begitu tidak berharga, tidak berarti selain sebagai orang yang harus dijaga perasaannya. Sama seperti orang-orang lain.

Bagaimana supaya kamu mencintai saya lagi?

Saya tahu bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini. Saya juga tahu bahwa apapun bisa berubah dalam hitungan detik. Namun saya sungguh tak mengira bahwa perasaan cinta yang telah terpahat sekian lama bisa hilang begitu saja. Saya pikir cinta kami selamanya. Saya pikir mencintai orang lain adalah mustahil.

Saya tidak punya orang lain, begitu katamu.

Kamu mungkin tidak mencintai orang lain. Namun kamu juga tidak lagi mencintai saya. Tahukah kamu betapa hancurnya saya? Saya bisa saja menyelamatkan diri saya sendiri dengan memaksamu tetap di sisi saya, atas nama semua yang telah kita lewati dan saya rasakan. Saya bisa saja memohon, meyakinkanmu bahwa semuanya akan segera membaik. Segalanya akan segera kembali seperti semula. Tapi saya sendiri tak yakin. Saya tak yakin cinta itu akan kembali. Saya tak yakin apa yang telah memudar akan kembali. Saya tak yakin apapun. Termasuk perasaan saya sendiri. Saya begitu ingin mempertahankan semuanya. Tapi saya tak yakin saya bisa bertahan.

Mari kita akhiri, saya memutuskan.

Kamu tidak menjawab.

Kamu tidak bisa bersama orang yang tidak kamu cintai, bukan?

Saya minta maaf, katamu sambil menggenggam tangan saya, dan mencium kening saya. Semuanya akan baik-baik saja. Maafkan saya…

Saya menggeleng. Ini bukan tentang siapa yang salah dan siapa yang harus minta maaf. Ini bukan sesuatu yang bisa dimaafkan lalu berbaikan. Ini bukan hanya tentang kamu, tapi juga saya, dan hal-hal yang tak pernah bisa kita mengerti.

Berhenti mencintai bukanlah kesalahan, kata saya sambil menarik tangan saya dari genggamanmu. Saya tidak mungkin memaafkan kamu, karena kamu memang tidak bersalah.


Tapi saya tak bisa berhenti bertanya. Jika cinta menghilang begitu saja, salah siapa?




Ponorogo, 25 Januari 2014


*gambar diambil dari blog ceritakatacinta.blogspot.com