Kamis, November 17, 2011

GABRIEL MARCEL: Love, Hope, and Fidelity


Bagaimana eksistensi manusia yang sudah mati?
Bagi  Gabriel Marcel, kodrat manusia adalah “ada bersama manusia lain”, karena itu eksistensi manusia tidak pernah lepas dari kebersamaan. Untuk membina kebersamaan, manusia perlu berpartisipasi dan berdialog dalam komunikasi antarpribadi yang disebut komunikasi “intersubjektivitas”. Salah satu kata kunci dalam hubungan intersubyektifitas Marcel adalah presence (kehadiran). Kehadiran merupakan suatu syarat dalam terbentuknya relasi antara ‘Aku’ dan ‘Yang Aku Jumpai’. Dalam kehadiran tersebut muncul sebuah keterbukaan, dalam artian kedua subyek bersikap aktif sekaligus pasif. Aktif, dalam hal membuka diri, dan pasif dalam artian membiarkan seseorang mengenal kita lebih jauh, atau melakukan secondary reflection. Melalu secondary reflection tersebut kemudian tercipta sebuah peleburan. Setelah peleburan terjadi, maka tahap selanjutnya adalah disponsible, dimana antara ‘Aku’ dan ‘Yang Aku Jumpai’ memberikan ketersediaannya bagi yang lain.
Untuk selanjutnya, makna presence tidak lagi terpatok dalam kondisi ruang dan waktu yang sama. Dalam tahap ini hubungan ‘Aku’ dan ‘Yang Aku Jumpai’, atau AKU dengan ENGKAU sudah mencapai tahap KITA. Sehingga antara AKU dan ENGKAU sudah menjadi satu dan tidak bisa dipisahkan lagi. Tahap ini memberikan jawaban tentang bagaimana pandangan Marcel terhadap eksistensi orang mati. Ketidak hadiran dan kematian tidak lagi mempengaruhi ‘Kehadiran’. Fidelity, adalah sebuah konsep yang mendasari hubungan ini. Fidelity atau yang disebut Marcel sebagai creative fidelity, adalah kesetiaan ‘Aku’ untuk tetap melebur dengan ‘Yang Aku Jumpai’ walaupun ‘Yang Aku Jumpai’ sudah tidak ada. Dalam pikiran ‘Aku’, ‘Yang Aku jumpai’ tetaplah eksis sebagaimana seharusnya. Fidelity disebabkan oleh adanya Harapan, yang tidak bisa dilepaskan dari dalam diri manusia dan merupakan penjamin eksistensi manusia.
‘The reality of this relationship is supra-temporal, as the reality of my own being which I create by my fidelity is supra-temporal.’
Kesetiaan kepada seseorang yang sudah mati tidak berarti tetap menjaga harapan kepadanya, tetapi lebih kepada mengenang keberadaan dan keaktifan seseorang yang telah tiada itu dalam ingatan ‘Aku’, karena keberadaannya yang sudah menyatu secara permanen dengan ‘Aku’.

Paramitha Wardhani
1006692133

Tidak ada komentar:

Posting Komentar