Minggu, Oktober 23, 2011

Tuhan, jangan lupa menciptakan Dia untukku.


‘Coba lihat bintang yang di atas itu.’
Aku mendongak, mengikuti arah jari telunjukmu yang terarah ke atas. Pada bintang-bintang yang entah berapa jumlahnya.
‘Indah ya? Bintang-bintang itu tak pernah kesepian.’ Aku berkata, sambil terus menatap bintang.
Tanganmu jatuh kembali ke bumi. Dengan mata bulat kau menatapku, seolah sedang memprotes pernyataanku tadi. Aku balas menatapmu, menanyakan apa ada yang salah dengan kalimatku tadi. Lalu kau kembali menatap langit, seolah mencari jawaban disana. Aku masih menatapmu dengan bingung.
‘Pernah nggak, Rayya, kamu mencoba menghitung jumlah bintang di langit?’ kau bertanya lagi.
Aku menggeleng. Sepertinya hari ini kau sedang aneh. Pertanyaan-pertanyaan yang kau tanyakan terlalu aneh bagiku.
‘Kamu percaya jodoh, Rayya?’ lagi-lagi kau bertanya.
Aku mengangguk. ‘Semua diciptakan saling berpasangan.’
Lalu kau tertawa kecil. Sebuah tawa yang mengandung kesinisan dan kegetiran. Juga sebuah ketidak yakinan. Tapi ketidak yakinan akan apa?
‘Aku nggak percaya.’ Katamu kemudian. ‘Bukan nggak percaya, tapi…’ kau bingung mencari kata yang tepat. ‘…entahlah, kadang banyak sekali pertanyaan di kepalaku. Aku pusing, Rayya.’
Kugenggam tanganmu di atas rumput. Tanganmu sungguh dingin, seolah tidak ada aliran darah disana. Apa kau sedang kedinginan. Lalu kuajak kau untuk masuk ke dalam rumah, meninggalkan perbukitan yang setengah basah oleh hujan tadi sore. Tapi kau malah menolak dan menginginkan untuk tinggal sebentar lagi.
‘Bagaimana jika Tuhan menciptakan manusia dengan jumlah ganjil, Rayya?’
Aku menggelengkan kepala. Demi Tuhan, kenapa kau suka sekali membuatku terlihat bodoh seperti ini, Dy? Aku sama sekali tidak mengerti apa yang kau bicarakan.
Kau tersenyum menghadapi wajahku yang tidak mengerti. ‘Aku sering berpikir,’ katamu. ‘…bagaimana jika Tuhan menciptakan manusia dengan jumlah ganjil. Bagaimana jika konsep semua diciptakan saling berpasangan itu nggak benar. Kamu tahu rasanya Rayya, bukan mustahil bukan jika diantara semua yang berpasangan itu ada satu saja yang tidak punya pasangan?’
Ah, aku mulai mengerti arah pembicaraan ini.
‘Benarkah ada seseorang di luar sana yang diciptakan khusus untukku, Rayya? Benarkah di luar sana ada seseorang yang menjadi jodohku seperti yang dijanjikan Tuhan?’
Aku tertawa kecil mendengar pertanyaan polos itu. Ini sama sekali bukan gayamu, Dy. Ini bukan kau yang kukenal. Kemana nada acuhmu, nada nggak pedulimu ketika orang-orang menanyakan mengapa kau selalu sendiri? Pertanyaanmu itu, menjelaskan semuanya. Tentang kebohongan atas ketenangan yang selama ini kau tunjukkan. Kau selalu bilang ‘Jodohku sudah disiapkan, yang perlu dilakukan hanyalah berusaha mencarinya.’. Kemana keyakinanmu akan hal itu, Dy? Kenapa pertanyaan resah dan menggelikan itu yang kau tanyakan sekarang? Padaku? Pada orang yang selalu mencintaimu tapi tak pernah berani mengungkapkannya padamu?
‘Aku takut Tuhan lupa menciptakan seseorang untukku, Rayya.’
‘Tuhan tidak mungkin lupa, Dy. Dia maha segala sesuatu.’
Kau menatapku lagi, dengan kedua bola matamu yang bulat dan lucu. ‘Yah, kamu benar. Tapi bagaimana kenyataannya? Kamu tahu kan? Banyak orang yang memutuskan untuk hidup sendiri selamanya. Bagaimana dengan itu? Bagaimana janji Tuhan dengan itu? Bagaimana jika seseorang yang tadinya Tuhan ciptakan untukku, adalah salah satu dari mereka yang memutuskan untuk hidup sendiri?’
Aku terdiam.
‘Apa takdir bisa berubah, Rayya?’
Aku masih diam sambil memainkan rumput di tanganku. Langit malam mulai mendung.
‘Masihkah menurutmu tidak mungkin, jika Tuhan menciptakan manusia dalam jumlah ganjil, dan Ia lupa menciptakan seseorang untukku, Rayya?’ desakmu. ‘Tolong jawab, aku mulai gila memikirkan tentang ini.’
‘Kalau begitu, berdo’alah, Dy. Berdo’a saja.’ Jawabku.
‘Berdo’a? Bagaimana? Tuhan, jangan lupa menciptakan Dia untukku, ya? Begitu kah cara berdo’a, Rayya?’
Aku tersenyum, lalu bangkit, mengajakmu pulang. Kali ini kau menurut. Dalam perjalanan pulang, aku menceritakan sesuatu.
‘Aku nggak tahu, Dy, aku nggak tahu adakah kemungkinan Tuhan lupa itu ada atau tidak. Aku nggak tau apakah ada seseorang diluar sana yang diciptakan khusus untuk kamu, dan untuk aku juga. Aku nggak tahu bagaimana pastinya, tapi aku memilih untuk mempercayainya. Iya, ini adalah spekulasi besar-besaran.’
Kau mencari-cari tanganku. Dan menggenggamnya erat, aku tahu kau sedang mencari kehangatan untuk menetralisir dingin dari tubuhmu. Aku balas menggenggem tanganmu lebih erat lagi. Lebih dari yang biasanya kulakukan.
‘Tapi bukankah jodoh itu memang harus dicari, Dy? Masuk akalkah, jika jodohmu datang begitu saja saat kamu sedang duduk di ruang tamu rumahmu? Tanpa usaha? Tanpa pencarian? Itu agak abstrak. Jodoh itu perlu dicari. Hatimu itu perlu dibuka untuk merasakah cinta, untuk menyambut kedatangan seseorang yang diciptakan khusus untukmu. Mengerti kan?’
‘Jadi?’
‘Jadi, ya itu tadi. Aku nggak tau siapa jodohku, siapa jodohmu, ada atau tidaknya. Tapi aku menjanjikan ini, Dy, dengarkan baik-baik, jika benar Tuhan lupa menciptakan seseorang untuk kamu, jika benar kamu nggak punya jodoh, aku nggak akan membiarkan itu terjadi. Kamu mengerti? Aku bisa saja menjadi jodohmu, mungkin saja akulah orang yang diciptakan Tuhan khusus untukmu, dan aku selalu menginginkannya. Aku bisa menjadi jodohmu, asalkan kamu mau membuka hatimu.’ Aku menghela nafas panjang. ‘Bukalah hatimu, Dy, lihatlah cinta yang begitu dekat ini. Lihatlah, dan coba pertimbangkan.’
Langkahmu tiba-tiba terhenti. Berbarengan dengan hujan yang tiba-tiba turun deras mengguyur perbungkitan. Mengguyur kita, menghukum kita yang sedang berusaha menciptakan takdir sendiri.
Namun di sudut hatiku yang lain, pertanyaan itu mulai terpatri. Bagaimana jika kau menolakku? Bagaimana jika Tuhan juga lupa menciptakan seseorang untukku? Adakah seseorang itu berada di luar sana? Ah, Dy, lagi-lagi kau mengacaukan hatiku.
Depok, 23 Oktober 2011




#Nowplaying: AKU ADA by Dee feat Rinna 'Mocca'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar